SMA Negeri 1 Magetan
Upacara pernikahan merupakan upacara yang sangat sakral di masyarakat. Hal ini dikarenakan pernikahan adalah suatu proses untuk mengikat laki-laki dan perempuan dalam suatu hubungan yang suci. Walaupun berasal dari suku Jawa, tapi setiap daerah memiliki kepercayaan dan tradisi yang berbeda. Jika kita melihat pada zaman kerajaan dulu, sekitar abad ke-4 M, suatu upacara pernikahan hanya bisa dilakukan oleh orang-orang yang memiliki pangkat, kekayaan, dan kedudukan. Dengan kondisi ini banyak orang yang iri dan dengki, sehingga membuat orang ingin berbuat jahat. Sifat iri dan dengki ini dapat menimbulkan malapetaka. Karena pada zaman dahulu memiliki kepercayaan ilmu spiritual yang sangat kental, maka bisa langsung menerapkan ilmu hitam kepada orang yang tidak disukai. Berkaca pada suatu kepercayaan masyarakat Magetan, khususnya di kelurahan Selosari, terdapat suatu cerita rakyat yang dipercayai oleh warga sekitarnya. Yaitu cerita tentang watu nganten yang berada di sekitar wilayah SMA Negeri 1 Magetan.
keluarga kaya ingin menikahkan putrinya yang cantik jelita dengan seorang pemuda gagah yang kaya raya. Dikarenakan keluarga dari mempelai perempun dan laki-laki adalah keluarga berada, tentunya pernikahan itu dirayakan dengan sangat meriah. Kedua mempelai diarak keliling desa untuk memeriahkan acara pernikahan tersebut. Tidak main-main, gajah menjadi kendaraan mempelai laki-laki. Sedangkan mempelai perempuan dinaikkan tandu. Arak-arakan tersebut dimeriahkan dengan alat musik thongkling, gong, kenong, dan dua reog yang mengiringi pengantin. Pakaian kedua mempelai juga tergolong mewah pada zaman itu. Keduanya memakai baju adat jawa yang disebut nyamping bledhak putih dan baju beludru hitam. Mempelai laki-laki memakai kolok dan rempok dedaunan yang terdapat daun puring, daun pandan, dan daun andong. Rempok dedaunan ini dirangkai dan dilengkungkan seputar pinggul sampai ke depan pusar. Sedangkan untuk pengantin perempuan rambutnya diberikan hiasan bunga mawar, kenanga, kanthil, dan melati. Kemudian diberi jundhuk mentul sebanyak 3 buah. Tidak lupa terdapat kembar mayang sepasang ditabur di sepanjang jalan, dan juga sesaji cok bakal yang ditaruh di setiap perempatan jalan yang dilalui.
Namun, sifat iri seseorang mengacaukan acara bahagia itu. Ada seorang warga karena tidak menyukai adanya perayaan, maka meminta bantuan seorang dukun untuk membuat huru-hara berupa angin ribut dan mengacaukan acara, sehingga para warga lari tunggang langgang untuk menyelamatkan diri. Keluarga dari sang mempelai marah besar, hingga mengumpat kata 'asem'. Sehingga oleh seorang dukun mempelai wanita dikutuk menjadi batu. Karena wakyu itu menjadi pengantin, maka batu itu diberi nama watu nganten. Kemudian, pengiring dari kedua mempelai berupa reog juga berubah menjadi batu, sehingga diberi nama watu reog. SMA Negeri 1 Magetan menjadi lokasi watu nganten dan watu reog ini berada.